Senin, 22 Februari 2010

Hukum Kekerabatan Minangkabau Dewasa Ini

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara mengenai hukum kekerabatan Minangkabau sangat erat hubungannya dengan kedudukan seseorang dalam masyarakat Matrilineal. Dalam hal ini terlihat bagaimana berlangsungnya proses sosialisasi kekerabatan dalam masyarakat minangkabau itu. Dalam hukum kekerabatan miangkabau ini ayah tidak begitu banyak peranannya, hubungan ayah dengan anak dan istri adalah sangat renggang, karena seorang ayah lebih bertanggung jawab terhadap kemenakan dan kaum kerabat ditempat ibunya.

Pada perkerabatan orang Minangkabau dikenal empat tali kekerabatan yang mengandung hubungan tertentu antara seseorang dengan yang lain, yang merupakan konsep yang asli dalam hukum kekerabatan Minangkabau. Empat tali kekerabatan itu adalah :

1. Tali kekerabatan mamak kemenakan

2. Tali kekerabatan suku sako

3. Tali kekerabatan induak bako anak pisang

4. Tali kekerabatan sumando pasumandan

Keempat tali kekerabatan ini diatur oleh kaidah-kaidah dan norma-norma hukum yang merupakan kekuatan yang menyatukan perseorangan dalam suatu hubungan yang dinamakan perkerabatan Minangkabau. Hukum dan norma yang menjamin kesatuan keluarga Minangkabau, sikap dan perbuatan perseorangan terhadap hal-hal yang menyatukan tali kekerabatan mereka, seperti dikatakan Tsuyoshi (1989:40) :

“ Saciok bak ayam “

“ Sadanciang bak basi “

“ Sanda basanda bak aua jo abiang “

“ Tibo dikaba baiak bahimbauan “

“ Tibo dikaba buruak bahambauan”

Artinya aturan dan mufakat yang dimulai semenjak dari lingkungan yang kecil sampai pada lingkungan yang lebih besar dan luas seperti hubungan keluarga dengan keluarga lain (serumah gadang), hubungan kampung dengan kampung dan hubungan nagari dengan nagari.

Bila di pahami dengan baik empat tali kekerabatan ini maka nampaklah bagi kita menurut pola yang ideal harus baik. Mamak mempunai pernan yang penting terhadap kehidupan kemenakannya baik laki-laki maupun yang perempuan. Hubungan antara induak bako dan anak pisang sangat dekat sekali, dimana seorang anak pisang selain didik dirumahnya sendiri juga didik dirumah induak bakonya. Menurut Nurdin Yakub ( 1987:5 )

“Dewasa ini secara terang-terangan harus diakui bahwa telah mulai kelihatan melemahnya kemantapan tradisional dinagari adat ini, sedangkan kemajuan yang tejadi semestinya berlandaskan kepada kelanjutan yang telah menjadi tradisi “

Hal ini timbul dalam kenyataan sehari-hari, bahwa tidak seorangpun melihat bahwa hukum kekerabatan Minangkabau masih kokoh dan kuat ditengah-tengah masyarakat orang minangkabau. Akhirnya tentulah hidup tanpa keterbatasan yang mendapat nilai-nilai lebih maju, lebih modern. Dimana seorang mamak tidak lagi memperhatikan kemenakannya dan seorang kemenakanpun tidak menghormati mamaknya. Saat ini telah ada tejadi pertengkaran antara mamak dan kemenakan hanya gara-gara harta pusaka.

Bagaiman melestarikan nilai-nilai ini agar tetap bertahan dan diamlkan oleh yang muda-muda, untuk itu perlu diinventarisasikan masalah kekerabatan ini. Banyak yang sudah dilupakan dan akan lenyap sebagai warisan budaya kita yang tak sedikit nilainya. Hal Ini disebabkan karena adanya perubahan sosial didalam masyarakat.

Jadi berdasarkan kenyataan perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Minangkabau pada khususnya meuju kehidupan yang lebih maju seperti sekarang ini, kehidupan yang demikian telah mempengaruhi hukum kekerabatan di Minagkabau. Dikarenakan kehidupan itu banyak para generasi muda yang tidak berminat untuk mempelajaari dan memahami adat dan kebiasaan dinagari mereka sendiri. Pola-pola seperti ini menyebabkan timbulnya salah pengertian aturan-aturan adat yang mencakup juga mengenai hukum kekerabatan Minangkabau. Perkembangan pendidikan yng sejalan dengan perkembangan ekonomi yang pesat membawa pengaruh yang menimbulkan spesialisai dalam berbagai bidang pekerjaan dan memungkinkan setiap orang akan berpola mendahulukan kepentingan pribadinya.

Hal ini perlu digali dan dipelajari mengenai masyarakat hukum adat dan hukum kekerabatan Minangkabau menurut konsep yang aslinya, agar tidak hilang ditengah-tengah masayarakat kita. Oleh karena itu penulis mengangkat judul “Tinjauan Terhadap Hukum Kekerabatan Minangkabau Dewasa Ini dengan mengambil lokasi dinagari Batipuah Atas kecamatan Batipuah, kabupaten Tanah Datar.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah yang dimaksud dengan masyarakat hukum adat dan apa jenis-jenisnya ?

2. Bagaimana pola hubungan kekerabatan itu dalam rumah tangga dan diluar rumah tangga menurut konsep yang idealnya di kecamata Batipuah, nagari Batipuah Atas?

3. Bagaimana hubungan kekerabatan Minangkabau yang dipakai dewasa ini dinagari Batipuah atas kecematan Batipuah ?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui hukum kekerabatan MInangkabau dalam konsep aslinya

2. Untuk mengetahui kedudukan seseorang menurut hukum kekerabatan Minangkabau dengan kenyataan sekarang ini

3. Untuk menyelamatkan lenyapnya hubungan kekerabatan Minangkabau begitu saja oleh karena kurang diperhatikan oleh masyarakatnya atau oleh karena perkembangan zaman.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Teori

1. Pengertian Masyarakat Hukum Adat

Didalam hukum adat kita mengenal dua faktor yang mempengaruhi bentuk masyarakat hukum adat yaitu faktor geneologis dan faktor territorial. Sehingga masayarakat hukum adat itu terbagi atas beberapa jenis :

a. Masyarakat hukum adat geneologis

yaitu sekelompok orang-orang yang merasa bersatu karena persamaan keturunan.

b. Masyarakat hukum adat territorial

yaitu sekelompok orang-orang yang merasa bersatu karena persamaan tempat tinggal

c. Masyarakat hukum adat geneologis territorial

yaitu sekelompok orang-orang yang tidak hanya terikat karena persamaan tempat tinggal tapi sekaligus juga disebabkan poleh persamaan keturunan

Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang merasa sebagai satu kesatuan karena persamaan tempat tinggal atau keturunan yang memepunyai penguasa tertentu, harta kekayaan tertentu baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan mempunyai anggota yang tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari ikatan itu.

Masyarakat Indonesia didalam suasana lingkungan merupakan persekutuan-persekutuan hukum. Persekutuan-persekutuan yang berada didalam masyarakat hukum adat Minangkabau adalah paruik, suku, dan nagari. Masing-masing persekutuan ini mempunyai anggota-anggota didalam lingkungannya. Untuk memenuhi kepentingan serta kebutuhan persekutuan tersebut kita menjumpai orang-orang yang berkuasa yang bertindak atas nama persekutuan itu. Chairil Anwar ( tanpa tahun :10 ) berpandangan :

“Persekutuan hukum itu adalah persekutuan manusia-manusia yang terikat didalam satu kesatuan yang anggota-anggotanya satu sama lain memandang sesama mereka didalam segenap segi perhubungan hidup, serta mempunyai orang-orang tertentu yang berkuasa yang bertindak atas nama serta buat kepentingan kesatuan itu seluruhnya “.

Didalam masyarakat hukum di Minangkabau unsur territorial dan unsur geneologis dianggap sebagai unsur pengikat persekutuan tersebut. Faktor geneologis dipakai sebagai dasar dari pada organisasi masyarakat Minangkabau yaitu faktor geneologis yang dilihat dari keturunan ibu yang disebut dengan istilah matrilinial.

Sebagai satu kesatuan yang merupakan dasar dari pada organisasi masyarakat Minangkabau, kita temui dalam satu persekutuan hukum yang dinamakan dengan paruik. Dalam perkembangan selanjutnya berkembanglah kesatuan-kesatuan baru yang disebut dengan suku. Pertalian yang mengikat suku adalah pertalian darah menurut garis ibu, sama sekai tidak terikat dengan daerah tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya beberapa buaah suku bersam-sama menempati daerah tertentu dan muncullah faktor territorial yang mengikat mereka yanga dinamkan nagari.

2. Paruik atau kaum

Struktur masyarakat Minangkabau yang paling kecil adalah paruik atau kaum, arti harfiahnya adalah perut yaiu keluarga besar dari seluruh anggota dalam sebuah rumah adat yang berasal dari satu perut, yang dihitung menurut garis keturunan ibu. Seluruh anggota keluarga yang berasal dari satu perut disebut saparuik atau sakaum. Chairil Anwar (tanpa tahun : 10) mengatakan :

“Paruik adalah persekutuan hukum yang didalam bahasa Indonesia dapat kita samakan dengan keluarga. Hanya saja keluarga disini harus diartikan keluarga besar yang dihitung dari garis ibu, sedangkan suami-suami dari anggota-anggota perut tidak termasuk didalamnya”.

Dalam pertumbuhan selanjutnya, dengan bertambahnya anggota sebuah paruik maka paruik tadi membelah diri didalam satu-kesatuan baru yang disebut dengan jurai. Jurai dibagi lagi didalam kesatuan yang lebih kecil dinamakan sainduak atau samandeh, yaitu mereka yang berasal dari satu ibu.

Kedudukan kaum di Minagkabau sekarang ini sedang dalam pergolakan dari satu kesatuan ekonomi menjdi terpecah-pecah. Karena kehidupan keluarga Minang tiak lagi ditunjang oleh harta pusaka kaum tetapi lebih banyak ditunjang oleh tenaga urang sumando, maka anak-anak Minang mulai kurang menghormati pimpinan kaum atau mamaknya. Jika hal ini berlangsung terus harta pusaka kaum diperseorangkan, bahkan ada yang dijual oleh mamak, kemungkinan besar kaum tidak akan berfungsi lagi. Jika kaum tidak berfungsi lagi dan anak-anak lebih dekat kepada ayahnya karena kehidupan ditunjang oleh ayahnya, maka ciri khas orang Minangkabau akan hilang.

Apabila paruik telah beranak-anak menjadi jurai, mereka akan mendirikan rumah yang berdekat-dekatan, maka terjadilah apa yang dinamakan kampung. Jadi paruik tadi bersama-sama dengan cabangnya telah mempunyai tempat kediaman yang tetap.

Pengertian kampung disini berhubungan erat dengan keluarga yang selingkungan darah, apabila tanah yang berdekatan telah habis, maka orang-orang akan mendirikan rumah ditempat lain. Disini mereka telah berpisah dengan dunsanak-dunsanak mereka dari rumah yang sekumpulan tadi. Akan tetapi bersama-sama dengan rumah-rumah dari keluarga lain ditempat baru itu membentuk sebuah kampung. Sekumpulan rumah-rumah didalam kampong itu juga mempunyai kepala yang disebut Tuo Kampuang.

3. Suku

Adalah satu kesatuan masyarakat , yang anggota-anggotanya satu sama lain merasa berhubungan dalam pertalian darah dilihat dari seorang perempuan yang menurunkan mereka. Orang-orang yang sesuku adala satu keturunan menurut garis ibu, satu sama lain mereka badunsanak. Dalam pepatah adat digambarkan, bahwa hubungan sasuku amat erat dimana dinyatakan :

“ suku nan indak dapek dianjak “

“ Malu nan indak dapek dibagi “.

Pepatah ini menunjukan hubungan yang erat diantara suku yang sama atau senama, karena malu yang diderita satu suku pun dirasakan oleh suku lain yang senama (karena mereka seketurunan, hanya saja kemudian bertempat tinggal didalam nagari yang berlainan). Sedang apa bila seseorang meninggalkan nagarinya misalnya pergi merantau dan sebagainya, ditempat yang baru didatanginya dia mencari orang yang sesuku dengan dia sebagai tepatan dan biasanya dia diterima dan masuk dalam lingkungan suku senama ditempat yang baru iu.

Suku tidak terbatas kepada suatu daerah yang tertentu, suku hanya mempunyai batasan yang persononil, dimana saja anggota suku itu berada ia tetap merupakan anggota sukunya, dan tetap ia tetap merupakan anggota sukunya, dan tetap berada dibawah kekuasaan mamaknya. Suku tidak mempunyai organisasi yang tertentu, suku bukan merupakan persekutuan hukum, anggota-anggota dari suku masuk bertambah secara keharusan, oleh karena anak-anak yang dilahirkan ibunya langsung menurut suku ibunya langsung menambah anggota jurai dan paruik ibunya. Hal ini adalah langsung secara umum.

Didalam hal-hal yang istimewa anggota suku dapat juga bertanbah, apabila seorang telah meninggalkan suku dalam nagarinya, yang dengan nagarinya telah putus hubungannya, maka pergilah ia kepada seorang penghulu didalam nagari lain memohon agar diterima sebagai kemenkan sebagai anggota dari pada penghulu tadi. Fungsi suku ini penting sekali dalam pembentukan dalam suatu nagari. Bahwa ada empat buah suku didalam nagari itu telah merupakan peraturan tatanegara Minangkabau. Fungsi suku yang lain kita dapat hukum perkawinan, suku satu sama lain merupakan kesatuan yang exagam. Kawin didalam suku sendiri tidaklah dibolehkan di Minangkabau, memang dengan perkawinan yang exagam itulah keutuhan suku dapat dipelihara.

4. Nagari

Nagari adalah persekutuan hukum yang terdiri diatas faktor teritorial dan faktor geneologis : yang dimaksudkan adalah bahwa nagari itu tertentu dimana batas-batasnya serta dalam nagari itu sekurang-kurangnya harus ada empat suku. Hal ini telah merupakan aturan ketatanegaraan seperti ternyata didalam kata adat sebagai berikut. Menurut Chairil Anwar (tanpa tahun:25 )

“Nagari bakaampek suku”

“Nan bahindu babuah paruik”

“Kampuang batuo”

“Rumah batungganai”

Datuak Parpati nan sabatang dan Dt.Ketumanggungan telah membuat aturan-aturan buat alam Minagkabau, yang salah satu dari aturan tersebut terkenal dengan nama nagari nan ampek atau ada yang menyebut koto nan ampek.

Yang dimaksudkan adalah sebagai berikut :

Taratak

Tempat kediaman yang letaknya jauh terpencil nagari, terjadi taratak karena orang pergi membuka ladang kebukit-bukit dan disana mereka mendirikan rumah. Didalam hubungan keluarga mereka masih memakai mamak dan penghulu dari kampuang asal mereka. Jadi pertalian dengan kampuang asal masih utuh

Dusun

Menurut AA.Nafis (tanpa tahun : 105) Apabila taratak telah berkembang bertambah dengan rumah baru maka taratak itu menjadi dusun, saat taratak menjadi dusun pada umumnya telah mempunyai 3 suku kalau kurang 3 suku taratak namanya. Dusun ini telah mempunyai tempat ibadah seperti surau telah dapat mendirikan rumah gadang dengan gonjong, tapi belum mempunyai penghulu. Telah boleh mengadakan kenduri atau perhelatan akan tetapi belum boleh melakukan hak bantai ( memotong ternak berkaki empat).

Koto

Menurut Chairil Anwar (tanpa tahun : 26) Koto merupakan permukiman yang telah mempunyai hak-hak dan kewajiban seperti nagari. Pmpinan ditangan penghulu tapi balairungnya tidak mempunyai dinding. Pada masa dahulu koto itu, biasanya dilingkungi bambu berduri dan dijumpai juga pintu dan jembatan kecil sebagai jalan kekoto. Dewasa ini koto tidak tertutup lagi, biasanya terletak dikelilingi oleh sawah atau ladang.

Nagari

Menururut AA.Nafis (tanpa tahun :105) Merupakan pemukiman yang telah mempunyai alat perlengkapan pemerintahan yang sempurna. Didiami sekurang-kurangnya oleh 4 suku penduduk dengan penghulu tua sebagai selaku pimpinan pemerintahan tertingginya. Untuk membentuk kedua nagari olehkedua flusuf Minangkabau ini ditentukan oleh syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu nagari, yang dikenal dengan undang-undang nagari. Dalam undang-undang ini syarat nagari itu Menurut Ibid (tanpa tahun : 103) adalah : Babalai – bamasajik, basuku- banagari, bakorong- bakampuang, bahuma – babendang, balabuhan-batapian, basawah-baladang, bahalaman –bapamendangan, bapandan-bapusaro (babalai-bermesjid, bersuku-bernagari,berkorong-berkampung, berlabuh-bertepian,brsawah- berladang, berhalaman-berpemendangan, berpendam-berpusara).

Delapan persyaratan itu harus dipunyai oleh suatu nagari yang berpemerintahan penuh, artinya setiap nagari harus mempunyai persyaratan tersebut dengan lengkap baik secara fisiknya maupun operasionalnya. Dalam pola tingkah laku di minangkabau menuruut Akmal (2002:12) :

“Tingkah laku sebagai interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat Minangkabau, untuk penetapan alokasi nilai yang mengikat seluruh masyarakat itu, telah melibatkan unsur yang ada dalam masyarakat, yaitu para penghulu, alim ulama dan cerdik pandai, bahkan berakar sampai lapisan terbawah”.

Oleh karena itu, penentuan tingkah laku bagi orang Mingkabau sudah ada ketentuan dan pegawasan dari unsur-unsur yang ada sehingga apapun bentuk interaksi yang terjadi sudah ada aturannya. Baik hubungan dalam keluarga itu sendiri maupun antar kaum.

B. Heading

1. Pola hubungan kekerabatan dalam rumah tangga

Suatu rumah tangga biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Dalam suatu rumah tangga ini tertentu saja mereka menginginkan adanya hubungan yang intim diantara mereka, dimana mereka benar-benar merasakan bahwa mereka itu adalah suatu kesatuan yang saling memperhatikan.

2. Pola hubungan kekerabatan diluar rumah tangga

Pola hubungan kekerabatan diluar rumah tangga bisa dilihat atas hubungan karena keturunan dan hubungan karena perkawinan

C. Sub Heading

1. Pola hubungan kekerabatan dalam rumah tangga

a. Hubungan suami dengan istri

Seorang laki-laki yang telah menikah, biasanya tinggal bersama-sama dengan keluarga istrinya dalam suatu rumah gadang. Laki-laki ini dalam keluarga istrinya dinamakan sumando. Sebagai urang sumando ia sangat disegani, namun ia tidak bisa leluasa dalam keluarganya karena istri dan anak-anaknya adalah tanggung jawab dari mamaknya.Suatu kebiasaan di Minang Kabau bahwa seorang suami itu hanya berada dirumah istrinya hanya pada malam hari, pagi-pagi sebelum matahari terbit suami itu telah pergi dan pulangnya setelah hari malam. Berdasarkan hal diatas hubungan suami istri sangat renggang dan serba terbatas. Apabila ada masalah dalam rumah tangga istri mengadu kepada mamaknya atau ibunya. Pada waktu siang hari jika seorang istri ingin menemui suaminya untuk suatu kepentingan ia harus mencari ditempat ia bekerja atau dirumah ibunya. Tapi keadaan seperti ini tidak bisa bertahan terus, karena suatu rumah gadang yang sudah penuh, maka suatu keluarga akan pindah kerumah yang baru yang masih berdekatan dengan rumah gadang asal. Walaupun mamaknya masih berkuasa, namun dirumah yang baru ini suami sudah agak leluasa. Ia telah dapat memerintahkan anak-anaknya untuk menghidangkan suatu makanan.

b. Hubungan ayah dengan anak-anak

Dalam sistem matrilineal yang ideal satu-satunya ikatan antara ayah dan anak hanyalah ayah itu adalah suami ibunya. Dalam hubungan kekerabatan seorang anak lebih dekat kepada mamaknya, anak-anak ini diasuh dan dibesarkan oleh ibunya disebuah rumah gadang dibawah pengawasan mamaknya. Sedangkan ayah tamu dirumah istrinya. Dengan demikian hubungan antara ayah dan anak tidak begitu diperlukan dan boleh dikatakan sangat renggang karena seorang anak adalah tanggung jawab dari mamak-mamaknya. Sesuai dengan prubahan-perubahan sosial yang ada dalam masyarakat dan pengaruh dari ajaran agama Islam keadaan seperti diatas ikut pula berubah. Seorang ayah harus bertanggung jawab pada anak dan istrinya. Namun seorang laki-laki itu juga harus memperhatikan kemenakannya, sehingga fungsi seorang laki-laki menjadi lebih berat. Setelah tahun 1958 telah banyak pemuda Minangkabau yang pergi merantau dan kawin dinegeri orang, dan mereka mulai tidak memperhatikan lagi kemenakannya, segala perhatian dicurahkannya pada anaknya. Hubungan antara anak semakin dekat, mungkin saja karena mereka sudah tinggal satu rumah yang terpisah dari rumah gadang. Bahkan seorang bapak sudah punya keinginan supaya anak-anaknya punya pendidikan yang tinggi. Hal yang demikian menimbulkan hubungan yang harmonis dalam rumah tangga dan anak-anaknya menyadari pula kedudukan ayahnya sebagai kepala rumah tangga. Dalam kehidupan sehari-hari sudah bersifat terbuka, anak-anaknya bersedia membicarakan masalah-masalah keluarga. Bahkan disaat ini lebih bersikap modern dan menyetujui terhadap pasangan hidup yang dipilih anaknya sendiri. jadi seorang laki-laki sekarang ini telah mencurahkan perhatian sepenuhnya terhadap keluarganya, dengan sendirinya perhatian terhadap kemenakan dan sanak familinya jadi berkurang bahkan tidak ada sama sekali. Demikian jawaban yang diberikan oleh para responden dinagari batipuah atas kecamatan Batipuah.

c. Hubungan ibu dengan anak-anaknya

Menurut konsep yang ideal dalam masyarakat Minagkabau anak-anak biasanya diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dibawah pengawasan mamak mereka, hubungan antara ibu dan anak-anaknya sangat rapat. Hanya saja hubungan ibu dan anak laki-laki bersifat ekonomi, maksudnya seorang anak laki-laki diberi tugas untuk memperbanyak apa yang telah dimiliki oleh ibunya. Seorang anak laki-laki biasanya tidur disurau bersama teman-temanya. Pagi harinya pulang kerumah ibunya untuk makan dan menukar pakaian kemudian akan bekerja disawah atau di ladang. Lain halnya dengan anak perempuan ia dilambangkan sebagai limpapeh rumah nan gadang. Ia pelanjut keturunan dalam kaumnya. Seorang anak perempuan biasanya didik soal-soal kewanitaan seperti memasak, menjahit, dan kegiatan rumah tangga lainya, tapi dalam keadaan sekarang ibu dengan semua anak-anaknya sudah akrab tidak lagi dibedakan antara anak laki-laki dan perempuan. Mereka smua diberi hak yang sama untuk memperoleh pendidikan formal ataupuan informal. Seorang anak laki-laki tidak hanya untuk bekerja disawah dan di ladang, tapi juga dapat diharapkan untuk mengangkat derajat keluarga dan merawat mereka setelah tua nanti. Dalam kenyatan sekarang semua anak akan mengutarakan semua masalah pada orang tuanya (ayah dan ibu), tidak lagi pada mamaknya. Seperti masalah pendidikan masalah kebutuhan. Dengan sendirinya hubungan antara orang tua dan anak-anaknya semakin erat sedang hubungan dengan mamak semakin renggang.

d. Hubungan sesama anak-anak

Dalam suatu rumah gadang seluruh anak-anak berada dibawah pengawasan mamak-mamaknya. Hubungan antara anak-anak ini dibagi beberapa bagian :

(1) Hubungan antara anak laki-laki dan perempuan

Di minangkabau hubungan antara anak laki-laki dan anak perempuan seperti hubungan antara pengawas dan orang yang diawasi. Seorang laki-laki harus melindungi anggota kaumnya dari perbuatan-perbuatan yang membahayakan mereka

(2) Hubungan sesame anak laki-laki

Hubungan antara anak laki-laki sangat dipengaruhi oleh tata karma yang berlaku dirumah gadang dimana secara batin mereka itu berhubungan dengan baik seperti jika adiknya terancam bahaya, maka kakaknya mati-matian membelanya. Tetapi ditengah-tengah kawannya mereka itu tidak mau sama-sama dengan adiknya. Biasanya mereka bergaul dengan usia yang sama.

(3) Hubungan sesama anak perempuan

Dalam masyarakat matrilineal, seorang anak perempuan berfungsi sebagai pelanjut dan penerus keturunan dan pewaris harta pusaka secara turun temurun. Hal seperti ini sangat mempengaruhi hubungan sesama anak perempuan. Dikatakan mempengaruhi karena wanita merupakan limpapeh rumah nan gadan yang hidupnya berkisar dirumah gadang.

(4) Hubungan antara keluaga inti rumah tangga dengan anggota rumah tangga lainnya

Menurut pola ideal dalam alam Minangkabau suami tidak bertanggung jawab pada anak dan istrinya Karena ia dibebani tanggung jawab terhadap kemenakannya. Hal ini mengakibatkan hubungan suami dengan anggota keluarga istrinya tidak jelas apalagi kehadiran suami hanya pada malam hari. Jangankan dengan anggota rumah tangga lain dengan anak dan istri hubungan suami masih renggang. Tetapi apabila seorang suami berada dirumah biasanya seisi rumah akan bersikap menghormati beliau karena seorang suami diberlakukan seperti ini ia merasa dirinya berharga atau dihargai orang lain sehingga kadang-kadang apabila layanan yang ia terima kurang memuaskan maka ia bisa saja memalingkan diri pada orang lain.

2. Pola hubungan kekerabatan diluar rumah tangga

a. Hubungan karena keturunan

(1) Hubungan anak dengan saudara ayah

Dalam masyarakat Minangkabau hubungan kekerabatan antara seorang anak degan saudara ayahnya disebut dengan istilah hubungan kekerabatan bako anak pisang. Kelompok bako adalah saudara ayah ditambah dengan anak-anak saudara ayah, sedangkan anak pisang adalah anak-anak ayah ditempat istrinya. Dalam idealnya hubungan antara anak dengan saudara ayahnya termasuk hubungan kekerabatan yang diutamakan. Maksudnya orang Minangkabau sangat malu kalau anak-anaknya tidak mempunyai bako, artinya bapaknya tidak jelas asal usulnya dan keturunannya walaupun bapak itu orang kaya atau orang yang berpangkat, orang kampung tidak akan menaruh simpati kepadanya. Kalau ia mempunyai bako berarti bapaknya mempunyai suku dan kaum. Orang Minangkabau akan memandang hina orang yang tidak jelas asal-usulnya. Begiu pentingnya bako dalam masyarakat Minangkabau.

(2) Hubungan anak dengan saudara ibu

Di alam Minangkabau hubungan anak dengan saudara ibu dinamakan hubungan mamak kemenakan. Dalam hubungan ini kedudukan seorang laki-laki sangat ditonjolkan sesuai dengan fungsinya sebagai seorang mamak. Bagi seorang laki-laki anak saudara perempuannya adalah kemenakannya dan ia adalah mamak dari anak saudara perempuannya. Dalam kekerabatan orang Minangkabau mamak mempunyai peranan yang sangat penting dalam paruiknya. Hal ini sudah tumbuh dari kebiasaan sebagai seorang pimpinan dari rumah gadang yang timbul dari semenjak laki-laki masih dalam kandungan ibunya, kemudian dibesarkan dalam rumah gadang, surau dan lingkungannya. Semenjak itulah laki-laki sudah dididik menjadi pimpinan dalam keluarga atau kaumnya.

b. Hubungan karena perkawinan

(1) Hubungan antara suami dengan keluarga inti

Dalam pola yang ideal di Batipuah hubungan antara suami dengan keluarga istri bersifat agak kaku. Karena mereka merasa sangat segan bertemu dengan keluarga istri, dia merasa ada saja tingkahnya yang salah bila bertemu. Tetapi diantara mereka hanya berhubungan atau bertemu pada hari-hari tertentu seperti acara perkawinan, turun kesawah. Suatu ciri khas bagi orang Minangkabau yang telah menikah pada waktu dulu pulang kerumah istrinya pada malam hari dan subuh sudah pergi. Pada saat ini sesuai dengan perubahan dalam mesayarakat hubungan suami dengan keluarga istri sudah bersifat terbuka dan saling hormat menghormati. Tetapi ditemui juga adanya seorang suami yang tidak lagi ambil pusing dengan keluarga istri.

(2) Hubungan antara istri dengan keluarga suami

Seorang istri disebut dengan menantu dalam keluarga suaminya. Sedangkan keluarga suaminya disebut dengan mertua. Pada pola ideal seorang istri mempunyai banyak kewajiban terhadap keluarga suami. Dimana pada hari-hari tertentu seorang istri harus mengunjungi keluarga suami dengan membawa makanan-makanan seperti di bualan puasa. Kebiasaan ini dinamakan manjalang rumah mintuo, kalau hal ini tidak diakukan hubungan Istri dengan keluarga suami bisa rusak. Dinagari Batipuah Atas kebiasaan ini sampai sekarang masih dilaksanakan, hal ini merupakan adat dalam rangka menghormati keluarga suami.

(3) Hubungan keluarga suami dengan keluarga istri

Dalam adat Minangkabau ini disebut dengan hubungan kekerabatan sumando pasumandan. Sumando merujuk pada laki-laki atau suami, sedangkan istri dalam keluarga suami disebut dengan pasumandan. Saudara-saudara perempuan dari suami atau istri disebut dengan bisan sedangkan sedangkan saudara laki-lakinya disebut dengan ipar.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas penulis menyimpulkan :

1. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang merasa sebagai satu kesatuan karena persamaan tempat tinggal ataupun keturunan yang mempunyai penguasa tertentu, harta kekayaan tertentu baik yang berujud maupun yang tidak berujud dan mempunyai anggota yang tidak mempunyai keinginan untuk keluar dari ikatan itu.

2. Di Minangkabau menurut pola yang ideal tidak dikenal apa yang dinamakan keluarga inti (keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak). Tapi lebih dikenal dengan paruik yaitu keluarga besar yang terdiri dari seluruh anggota dalam sebuah rumah gadang yang berasal dari satu perut, yang dihitung menurut garis keturunan ibu. Pimpinan dari paruik adalah mamak yang diangkat dari laki-laki tertua dari seluruh anggota perut dengan jabatan mamak kepala waris

3. Dalam pola yang ideal kedudukan urang sumando tidak begitu berfungsi dalam keluarganya. Ia dianggap sebagai orang luar kerabat istri dan anak-anaknya. Anak-anak yang lahir dikuasai oleh mamaknya bukan oleh si sumando yang adalah ayah kandungnya. Setelah ajaran Islam masuk ke Minangkabau keadaan ini udah mulai berubah, ayah sebagai kepala keluarga sudah mulai memperhatikan anak dan istrinya disamping ia juga harus memperhatikan kemenakan dan kaumnya. Sehingga lahirlah suatu ungkapan “anak dipangku kemenakan dibimbiang

4. Hubungan kekerabatan diluar keluarga inti adalah baik. Seperti hubungan antara mamak kemenakan, hubungan bako dan anak pisang, hubungan sumando pasumandan dan hubungan antara suami dengan keluarga istri ataupun hubungan istri dengan keluarga suami

B. Implikasi

1. Pada saat ini dinagari Batipuah Atas, paruik (keluarga besar) mulai terpecah-pecah. Bahkan keluarga yang bersifat modern mempunyai peranan yang lebih dominan. Kehidupan keluarga tidak lagi ditunjang oleh harta pusaka dari kaum, tetapi lebih banyak ditunjang oleh tenaga urang sumando

2. Dengan terjadinya pergeseran kedudukan dan peranan seseorang dalam keluarga Minangkabau juga akan mempengaruhi hubungan kekerabatan dalam alam Minangkabau. Hubungan kekerabatan yang dipakai tidak lagi sesuai dengan konsep yang idealnya

2 komentar: