Kamis, 24 Juni 2010

“KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGRAAN ( PKn )”

Oleh : wenny liztia

Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan suatu hal berbeda dengan lainya. PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya. Karakteristik PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah :

  1. PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS)
  2. PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar sampai perguruan tinggi
  3. PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
  4. PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara, Konstitusi Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi
  5. PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
  6. PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
  7. PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab) dan Civic Participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan)
  8. PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
  9. PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).

Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn termasuk kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil dari pelajaran ini mengharapkan agar siswa sebagai warga negara memiliki kepribadian yang baik, bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh kessadaran karena wujud cinta atas tanah air dan bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa terwujud. Seperti yang diungkap oleh Dra. Hj. Fitri Eriyanti, M.Pd.,Ph.D (Dosen Pascasarjana UNP kosentrasi PKn) bahwa setiap negara pasti memiliki tujuan, hanya warga negara yang baiklah yang dapat mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu PKn memiliki peran yang sangat besar untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa mengemban semua permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya.

Keberadaan PKn dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi perhatian besar bagi masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini disebabkan karena PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Niai-nilai kebaikan, kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini jika di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berhagra dalam khidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Siswalah yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa dan yang akan mempertahankan eksistensi negara maka dari itu mereka sangat memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.

John J. Patrick dalam tulisan ‘Konsep inti PKn’ mengatakan PKn memiliki kriteria dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara. Ada 4 kateori yaitu pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian kognitif warga negara, keahlian partisipatori dan kebaikan pendidika kewarganegaraan. Jika empat kategori ini hilang dari kurikulum PKn makan PKn dapat dianggap cacat.

Walaupun pemerintah sudah memberi perhatian besar pada pelajaran PKn, semua itu tidak akan cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat tidak berpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini. Berkaitan dengan kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru yang luput mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu dengan meteri sesuai kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi sehingga civic intelligent saja yang terpenuhi. Meskipun materi PKn saat ini tidak banyak mencantumkan secara konkret nilai-nilai kehidupan dalam silabus pengajaran, semsetinya guru mampu berperan memasukan nilai-nilai ini sebagai hiden curicullum bagi siswa.

Sumber : 1. Bahmuller,C.F.,Patrick.J. Principles and Practices of Education for Democratic

Citizenship :International Perspectives and Projects. ERIC

2. http://blog-indonesia.com./gotoblog.php?blogger . Akses 01-03-2010

“PRINSIP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)”

Oleh : wenny liztia

Jika dilihat tulisan dari John.J.Patrick tentang konsep inti pendidikan kewarganegaraan, pada dasarnya prinsip yang paling utama diajarkan dalam PKn adalah masalah Demokrasi. Patrick mengatakan hampir sebagian besar masyarakat didunia lebih menyukai pemerintahan demokrasi dibandingkan jenis pemerintahan lainnya. Sebagian masyarakat dalam suatu negara bekerja keras untuk meningkatkan paham demokrasi dalam pemerintahan mereka, dan sebagian lain telah mampu mencapainya. Hal ini menunjukan betapa besarnya harapan masyarakat agar kehidupan mereka dilandasi dengan sendi-sendi demokrasi. Demokrasi dalam suatu negara tidak bisa terbentuk dengan sendirinya, sangat besar peranan pendidikan untuk mencapai semua ini dan oleh karena itu PKn menjadi jembatan pembelajaran bagi masyarakat untuk menuju pemerintahan demokrasi.

Adapun konsep dasar demokrasi dalam pelajaran PKn yaitu meliputi demokrasi minimal, konstitusi, hak asasi manusia, kewarganegaraan, masyarakat sipil, ekonomi pasar dan demokrasi liberal. Pada hakekatnya demokasi sudah mulai tumbuh sejak 2.500 tahun lalu, bermula pada Republik Kota di Yunani yang merupakan permulaan adanya pemerintahan demokrasi. Pada masa itu aturan dilakukan oleh banyak orang dengan demokrasi langsung. Bentuk demokrasi lainnya adalah Demokrasi Liberal, Demokrasi Liberal merupakan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat dimana pemerintahan dibatasi oleh hukum tertinggi yaitu perundang-undangan untuk tujuan melindungi hak semua orang. Untuk masalah hak asasi manusia, melalui Pendidikan kewarganegaraan (PKn) pelajar harus mempelajari bagaimana hubungan antara konstitusi dan hak asasi manusia, bagaimana ideal dan implementasinya sehingga siswa bisa memperlakukan manusia lainnya sesuai dengan hak asasinya dan tujuan membentuk masyarakat sipil (masyarakat madani) dapat terbentuk sebagai pengontrol jalanya pemerintahan.

Senada dengan apa yang di ungkapkan oleh John.J.Patrick, Malik Fajar (http://muhamadsb-tekhnologipendidikan.blogspot.com) juga mengemukakan bahwa PKn adalah wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dengan dibekali kemampuan dasar intelektual dan sosial. Dari apa yang diungkapkan kedua ahli ini, menurut saya antara Warga Negara dengan Negara saling menentukan terbentuknya demokrasi. Negara memfasilitasi kemajuan pendidikan warganya dengan memuat topik demokrasi dalam pelajaran PKn dan warganya siap menerima pengetahuan dan wawasan sekitar demokrasi sampai pada akhirnya warga itu sendiri mempraktekan demokrasi dalam kehidupan bernegaranya.

Namun sayangnya fenomena yang banyak terjadi saat sekarang baik dalam masyarakat maupun bernegara praktek demokrasi tersebut hanya sebatas pemahaman konsep semata. Banyak warga yang tidak bisa menerima perbedaan dilingkungannya, masih ada kecurigaan yang sangat tinggi pada sesama umat muslin yang hanya berbeda dari segi pakaian, cara berfikir maupun berbaurnya mereka pada masyarakat. Siswa disekolah masih sulit diajak berkompromi dalam memutuskan sesuatu baik dengan guru maupun sesama siswa, mereka lebih cenderung mementingkan ego dengan mencari jalan pintas seperti tawuran, cabut, saling memojokkan dll. Jika dilihat dalam kehidupan bernegara juga hampir tidak ada bedanya. Para wakil rakyat dinilai kurang dewasa dengan cara mereka debat maupun rapat dengan mengeluarkan kata-kata kotor, kasar dan tidak pantas. Begitu juga sebaliknya warga negara dalam menyalurkan aspirasi menggunakan cara-cara menghina, menghujat, menuduh bahkan memvonis pemerintah tanpa mempedulikan proses penegakkan hukum yang terjadi.

Sungguh banyak sekali penyalahgunaan arti demokrasi dalam praktek kehidupan manusia saat sekarang. Demokrasi sebagai prinsip yang paling mendasar dalam pelajaran PKn tidak terimplementasikan oleh siswa maupun warga negara. Walau seperti ini kenyataan yang terjadi dalam prakteknya, tetap pelajaran PKn disekolah memiliki peran yang sangat penting dalam usaha mempertahakan nilai-nilai demokrasi dan tetap menjadikan siswa sebagai warga yang cerdas (civic intelligence), bertanggung jawab (civic responsibility) dan berpartisipasi (civic participation). Kelas PKn bisa dikatakan sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn pemahaman, sikap dan berprilaku demokratis dapat dikembangkan bukan hanya melalui mengajar demokrasi ,tetapi mestinya diterapkan dalam model pembelajaran, pengelolaan siswa sampai pada saat evaluasi belajar siswa. Yang paling utama adalah dengan pemberian contoh sikap terpuji dari guru pada peserta didiknya.

Sumber : 1. Bahmuller,C.F.,Patrick.J. Principles and Practices of Education for Democratic

Citizenship :International Perspectives and Projects. ERIC

2. http://muhamadsb-tekhnologipendidikan.blogspot.com. Akses 01-03-2010

3. http://www.google.com.prinsip pkn. Akses 01 -03-2010

Rabu, 24 Maret 2010

TEORI POLITIK

Pengertian :

Teori Politik berasal dari dua suku kata, Teori dan Politik. Teori dapat diartikan sebagai cara, model kerangka fikiran ataupun pedapat yang dikemukakan oleh seseorang sebagai keterangan mengenai suatu peristiwa. Sedangkan politik berarti negara (berasal dari kata polis). Politik juga memiliki arti sebagai proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain:

  • Politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles)
  • Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara
  • Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat
  • Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik.

Batasan Teori Politik :

Teori Politik memiliki dua makna yaitu :

1. Teori sebagai pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang ideal,

2. Teori menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan.

Sejarah Perkembangan :

  1. Teori Politik Zaman Klasik
    (1) Teori Politik Socrates

Socrates memiliki kepribadian sebagai seorang teoritikus politik yang berupaya jujur, adil dan rasional dalam hidup kemasyarakatan dan mengembangkan teori politik yang radikal. Namun keinginan dan kecenderungan politik Socrates sebagai teoritikus politik membawa kematian melalui hukuman mati oleh Mahkamah Rakyat (MR). Metode Socrates yang berbentuk Maieutik dan mengembangkan metode induksi dan definisi. Pada sisi lain Socrates memaparkan etika yang berintikan budi yakni orang tahu tentang kehidupan dan pengetahuan yang luas. Dan pada akhirnya akan menumbuhkan rasa rasionalisme sebagai wujud teori politik Socrates.

(2) Teori Politik Plato

Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik. Dalam teori ini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga bagian yaitu, Pikiran atau akal, Semangat/keberanian dan Nafsu/keinginan berkuasa.Plato memiliki idealisme yang secara operasional meliputi : Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan etik, Pengertian matematik, Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual dan rasional, Teori tentang negara ideal, Teori tentang asal mula negara, tujuan negara, fungsi negara dan bentuk negara, Penggolongan dari kelas dalam negara, Teori tentang keadilan dalam negara dan Tori kekuasaan Plato.

(3) Teori Politik Aristoteles

Teori politik Aristoteles bernuansa filsafat politik yang meliputi : Filsafat teoritis, Filsafat praktek dan Filsafat produktif. Teori negara yang dinyatakan sebagai bentuk persekutuan hidup yang akrab di antara warga negara untuk menciptakan persatuan yang kukuh. Untuk itu perlu dibentuk negara kota (Polis). Asal mula negara, Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa dan lama kelamaan membentuk polis atau negara kota. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan kebaikan yang tertinggi. Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum.Oleh karena itu para penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan.

  1. Teori Politik Zaman Pertengahan

(1) Teori Politik Agustinus

Agustinus melihat perbandingan Negara sekuler dan negara Tuhan. Negara sekuler dianggap sebagai penyelewengan oleh para penguasa yang arif dan bijaksana sehingga kekuasaan bagaikan keangkuhan dengan berbagai kejahatan. Sedangkan negara Tuhan menghargai segala sesuatu yang baik dan mengutamakan nilai kebenaran. Perkembangan negara sekuler dalam bentuk negara modern dimana penguasa berupaya untuk menggunakan cara paksa menurut kehendak pribadi. Sedangkan perkembangan negara Tuhan didasarkan atas kasih Tuhan. Masalah politik negara sekuler yang membawa ketidakstabilan dari konflik kepentingan yang dominan, rakus kekuasaan, ketidakadilan dalam pengadilan, peperangan. Keadilan politik dalam negara Tuhan karena ditopang oleh adanya nilai kepercayaan dan keyakinan tentang :

* Tuhan menjadi raja sebagai dasar negara
* Keadilan diletakkan sebagai dasar negara
* Kehidupan warga negara penuh kepatuhan
* Penguasa bertindak selaku pelayan dan pengabdi masyarakat.

(2) Teori Politik Thomas Aquinas
teori politik Thomas Aquinas meliputi:

a. Pembagian negara baik dan negara buruk yang menerapkan sumber teori politik.

b. Tujuan negara yang diidentik dengan tujuan manusia dalam hidup yakni mencapai kemuliaan abadi dalam hidup. Untuk mencapai kemuliaan abadi maka diperlukan pemerintah yang berbentuk Monarkhi.

c. Dalam negara diperlukan adanya hukum abadi yang berakar dari jiwa Tuhan yang mengatur alam semesta dan hukum alam manusia untuk merasionalkan manusia mentaati hukum. Hukum positif yang merupakan pelaksanaan hukum alam dan untuk menyempurnakan pikiran manusia maka diperlukan Hukum Tuhan.

(3) Teori Politik Marthen Luther
Teori politik Marthen Luther meliputi :

a. Teori politik reformasi yakni kebebasan politik dengan cara membatasi kekuasaan raja dan kebebasan diserahkan pada rakyat.

b. Kekuasaan raja-raja diperjelas dan tidak diperlukan adanya campur tangan gereja atas unsur negara. Menempatkan kekuasaan negara lebih tinggi dari kekuasaan gereja.

c. Kekuasaan Tuhan atas manusia bersifat langsung dan tidak melalui perantara. Pada sisi lain dikatakan gereja yang sejati yaitu gereja yang didirikan manusia

  1. Teori Politik Zaman Pertengahan
    (1) Teori Politik Ibnu Khaldun

Yaitu Teori tentang negara yang dikategorikan atas pengertian pemerintah manusia dan keterbatasan manusia dalam negara yang disebut negara modern. Setiap warga negara perlu memiliki Askabiyah untuk menumbuhkan kesatuan dalam negara. Untuk itu dikembangkan teori politik askabiyah dan rasa keagamaan oleh pemimpin negara. Perkembangan negara harus didasarkan pada solidaritas dengan keyakinan agama untuk dapat menstabilkan negara. Hal ini perlu didukung oleh penguasa yang memiliki perangkat dominasi pemerintah dan kekuasaan untuk mengatasi manusia-manusia yang memiliki sifatsifat kebinatangan. Untuk mempertahankan negara maka diperlukan teori pedang dan teori pena dalam menjalankan kekuasaan negara.

( 2 ) Teori Politik Machiavelli

Menurut Machiavelli Bentuk negara meliputi negara republik dan monarkhi. Selanjutnya Monarkhi dibagi atas dua yaitu Monarkhi Warisan dan Monarkhi Baru. Tujuan negara yaitu memenuhi berbagai kebutuhan warga negara selama negara tidak dirugikan karena negara juga memiliki berbagai kepentingan dan kepentingan utama. Kekuasaan negara merupakan alat yang harus digunakan untuk mengabdi pada kepentingan negara. Oleh karena itu sumber kekuasaan adalah negara. Dalam hal penyelenggaraan kekuasaan negara membutuhkan kekuasaan, wujud kekuasaan fisik, kualitas penguasa untuk mempertahankan kekuasaan negara, maka diperlukan militer. Penguasa yang ideal yaitu penguasa militer, hal ini digambarkan dalam teori politik dan etika Machiavelli sebagai dasar nasionalisme.

(3) Teori Politik Liberalis

Pengertian dan faham liberal menunjuk pada kebebasan warga negara untuk memenuhi kebutuhan hidup bidang politik ekonomi, sosial dan budaya. Liberalisme sebagai faham kenegaraan menekankan pada kebebasan yang didasarkan pada faktor alamiah, moral, agama, akal kebaikan, kemajuan, sekularisme, toleransi. Pada sisi lain liberalisme sebagai sistem politik didasarkan atas negara dan kemerdekaan negara.Unsur-unsur demokrasi liberal juga merupakan hal yang mendasar untuk difahami dalam berbagai sistem politik. Oleh karena itu perwujudan demokrasi liberal dalam negara harus mengutamakan kebebasan warga negara. Hal ini dapat terealisir dan tergantung pada model liberalisme dalam struktur kekuasaan.

  1. Teori Politik Modern
    (1) Teori Politik Thomas Hobbes

Teori politik Thomas Hobbes yang mencakup: Pengaruh situasi politik pada masa sistem politik absolut di bawah kekuasaan Charles I dan Charles II di Inggris, kemudian Hobbes menulis Buku Decove 1642 dan Leviathan 1951, Runtuhnya kekuasaan Absolute sebagai akibat dari petentangan antara cendikiawan dengan raja-raja dalam hal pembatasan kekuasaan raja yang menimbul teori politik liberal. Thomas Hobbes mengemukakan teori politik State Of Nature yakni manusia yang satu menjadi lawan terhadap manusia lain. Keadaan ini disebut In Abstracto yang memiliki sifat; a) bersaing, b) membela diri, c) ingin dihormati. Untuk menghindari kematian, Hobbes mengemukakan teori perjanjian sosial untuk merubah bentuk kehidupan manusia dari keadaan alamiah ke dalam bentuk negara atau Commen Wealth. Hobbes sebagai seorang filosof ditandai dengan adanya keinginan untuk memperoleh kenikmatan hidup dalam hal materi. Oleh sebab itu dia disebut filosof yang materialistis.Pada sisi teori politik dan teori kekuasaan ini digambarkan oleh Hobbes dalam buku Leviathan. Namun dari segi praktis teori politik Hobbes dominan berlaku pada saat sekarang.


(2) Teori Politik John Locke

John Locke mampu berkarya dalam bidang teori politik ditulis dalam buku two treatises on civil government. State of Nature juga merupakan karya teori politik yang beda dengan Hobbes. John Locke menekankan bahwa dalam state of nature terjadi: Kebingungan, Ketidak pastian, Ketidak aturan, Tidak ada kematian. Pada sisi lain Locke mengemukakan hak-hak alamiah sebagai berikut: hak akan hidup, hak atas kebebasan dan kemerdekaan, hak memiliki sesuatu. Konsep perjanjian masyarakat merupakan cara untuk membentuk negara. Oleh karena itu negara harus mendistribusi kekuasaan kepada lembaga: legislatif, eksekutif dan yudikatif dan federatif. Dalam hal bentuk negara Locke membagi atas:Monarkhi, Aristokrasi dan Demokrasi. tujuan negara yang dikehendaki Locke yaitu untuk kebaikan ummat manusia melalui kegiatan kewajiban negara memelihara dan menjamin hak-hak azasi manusia. Dan pada akhirnya Hobbes dan Locke memiliki perbedaan dalam hal teori perjanjian sosial.



(3) Teori Politik Montesquine

Montesquieu terkenal dengan dunia ilmu pengetahan tentang negara, hukum dan kemudian dia mengemukakan state of nature yang diartikan dalam keadaan alamiah kualitas hidup manusia rendah. Teori politik Trias Politika yang dikemukakan oleh Montesquieu merupakan landasan pembangunan teori demokrasi dalam sistem politik yang menekankan adanya CHEK AND BALANCE terhadap mekanisme pembangian kekuasaan. Demokrasi yang dibentuk yaitu demokrasi liberal yang masih mengalami kekurangan. Untuk memantapkan dan menyempurnakan teori demokrasi liberal maka dibutuhkan berbagai unsur-unsur demokrasi liberal untuk mengukuhkan Montesquieu sebagai pencetus demokrasi liberal.


(4) Teori Kekuasaan Tuhan

Teori Kekuasaan Tuhan yang tidak rasional karena penguasa menganggap diri mendapat kekuasaan dari Tuhan dan menempatkan diri sebagai wakil Tuhan di dunia. Pada sisi lain, terdapat teori kekuasaan Tuhan Rasional yang beranggapan bahwa seorang penguasa yang dinobatkan menjadi penguasa karena kehendak Tuhan. Dalam teori kekuasaan Tuhan, keadilan dijadikan dasar negara Tuhan untuk mengatur kehidupan warga negara. Dalam kehidupan warga negara menurut teori kekuasaan Tuhan diperlukan adanya kebebasan bagi warga negara dan ada batas-batas kekuasaan dari para penguasa.

(5) Teori Kekuasaan Hukum

Teori politik hukum yang dominan mengutarakan kegiatan-kegiatan penguasa yang harus berdasarkan hukum yang disebut Rule of Law. Perkembangan teori kekuasaan hukum menurut Thomas Aquiras, John Locke, Krabe, Krenen Berg. Kebaikan-kebaikan teori kekuasaan hukum meliputi: Penguasa menjalankan kekuasaan sesuai UUD, Penguasa berkuasa sesuai hukum, Penguasa berupaya menerapkan open manajemen, Pers yang bebas sesuai dengan UUD Negara, Adanya kepastian hukum dalam sistem demokrasi, Pemilu yang bebas dan rahasia, Setiap warga negara diikutkan dalam mekanisme politik, Setiap warga negara sama di depan hukum dan Diperlukan pengawasan masyarakat. Kelemahan-kelemahan dari teori kekuasaan hukum apabila penguasa sudah menggunakan kekuasaan semena-mena maka pada saat itu teori kekuasaan hukum menjadi lunak.


(6) Teori Kekuasaan Negara

Teori kekuasaan negara yang meliputi: Sifat memaksa dari kekuasaan negara. Karena setiap negara dalam bentuk negara selalu menggunakan paksa pada rakyat untuk kepentingan penguasa dan kepentingan rakyat. Sifat menopoli dari kekuasaan negara dalam bentuk menetapkan tujuan bersama. Negaralah yang menentukan hidup matinya warga negara dan pengelompokan warga negara dalam berbagai organisasi. Sifat mencakup semua dari kekuasaan negara. Aturan yang dibuat oleh pemerintah atas nama negara harus diterapkan mencakup semua warga negara tanpa kecuali. Untuk implementasi berbagai sifat negara maka kekuatan militer merupakan alat yang ampuh untuk melaksanakan kekuasaan negara.


(7) Teori Kekuasaan Rakyat

Kekuasaan rakyat yaitu penguasaan rakyat atas lembaga perundangundang yang sekarang disebut legislatif. Menurut Rousseau kekuasaan rakyat dalam negara merupakan akibat perjanjian antara individu untuk menyerahkan semua hak politik kepada masyarakat. Menurut Montesquieu dalam pemerintahan republik kekuasaan tertinggi ada pada seluruh rakyat atau sebagian besar rakyat. Secara teoritis disebut Trias Politika.


(8) Teori Politik Demokrasi

Demokrasi Rakyat merupakan negara dalam masa transisi, bertugas menjamin perkembangan negara ke arah sosialisme. Demokrasi Rakyat RRC menurut pola Mao Tse Tung mendominankan kepemimpinan politik dan pembuatan kebijakan dengan tujuan membantu seluruh rakyat agar ikut dalam modernisasi ekonomi, sosial dan politik.

(9) Teori Politik Kedaulatan

Teori kedaulatan terdapat berbagai teori yang pada umumnya menekankan pada kekuasaan sebagai suatu tandingan atau perimbangan terhadap kekuasaan penguasa atau kekuasaan tunggal. Penerapan kedaulatan rakyat di Indonesia diwujudkan dalam berbagai segi kehidupan kenegaraan menurut UUD 1945: Kedaulatan rakyat di bidang politik. Hak-hak azasi manusia dan faham kekeluargaan. Struktur kedaulatan rakyat yang dipandang dari: bentuk geografis jumlah penduduk suatu negara, Pemilu sebagai sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat, Berserikat dan berorganisasi sebagai salah satu implementasi kedaulatan rakyat dan Kedaulatan rakyat dibidang ekonomi.

(10) Teori Kedaulatan Intern dan Ektern

Kedaulatan intern yang memperlihatkan batas lingkup kekuasaan negara yang berbentuk fisik. Batas kedaulatan ini meliputi : Kedaulatan bidang politik, Kebebasan kemerdekaan, Keadilan, Kemakmuran atau kesejahteraan dan Keamanan. Kedaulatan ekstern yang dominan menunjukkan pada kebebasan negara dan kekuasaan-kekuasaan negara lain yang tidak dijajah oleh negara lain. Kedaulatan ekstern ini dalam penerapan pada saat negara memutuskan untuk melakukan hubungan kerja sama dengan negara lain dalam bidang tertentu.


(11) Teori kedaulatan de facto dan de jure

Teori kedaulatan ini menunjuk pada pelaksanaan kekuasaan yang nyata dalam suatu masyarakat merdeka atau telah memiliki independensi, diantaranya : Kedaulatan de facto yang tidak syah dan Kedaulatan de facto yang syah. Sedangkan Teori kedaulatan de jure. Dalam teori politik, kedaulatan de jure menunjuk pada pengakuan suatu wilayah atau suatu situasi menurut hukum yang berlaku. Oleh karena itu kajian kedaulatan de jure lebih menitikberatkan penggunaan aspek hukum sebagai dasar yuridis formal atas hak politik warga negara dan wilayah negara dengan penguasa negara.



Sumber :

http://anokjang.multiply.com/recipes/item/4/PENGERTIAN_DAN_PERKEMBANGAN_TEORI_POLITIK

http://www.averroespress.net/press-corner/katalog-buku/320-teori-teori-politik.html

http://msugiono.staff.ugm.ac.id/mkuliah/tpi.php

“KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGRAAN ( PKn )”

Oleh : wenny liztia

Karakteristik dapat diartikan sebagai ciri-ciri atau tanda yang menunjukan suatu hal berbeda dengan lainya. PKn sebagai mata pelajaran yang sangat penting bagi siswa memiliki karakteristik yang cukup berbeda dengan cabang ilmu pendidikan lainnya. Karakteristik PKn ini dapat dilihat dari objek, lingkup materinya, strategi pembelajaran, sampai pada sasaran akhir dari pendidikan ini. Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang
diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Adapun karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah :

  1. PKn termasuk dalam proses ilmu sosial (IPS)
  2. PKn diajarkan sebagai mata pelajaran wajib dari seluruh program sekolah dasar sampai perguruan tinggi
  3. PKn menanamkan banyak nilai, diantaranya nilai kesadaran, bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme.
  4. PKn memiliki ruang lingkup meliputi aspek Persatuan dan Kesatuan bangsa, Norma, hukum dan peraturan, Hak asasi manusia, Kebutuhan warga negara, Konstitusi Negara, Kekuasan dan Politik, Pancasila dan Globalisasi
  5. PKn memiliki sasaran akhir atau tujuan untuk terwujudnya suatu mata pelajaran yang berfungsi sebagai sarana pembinaan watak bangsa (nation and character building) dan pemberdayaan warga negara.
  6. PKn merupakan suatu bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia.
  7. PKn mempunyai 3 pusat perhatian yaitu Civic Intellegence (kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional maupun sosial), Civic Responsibility (kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara yang bertanggung jawab) dan Civic Participation (kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung jawabnya, baik secara individual, sosial maupun sebagai pemimpin hari depan)
  8. PKn lebih tepat menggunakan pendekatan belajar kontekstual (CTL) untuk mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan, keterampilan, dan karakter warga negara Indonesia. Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari
  9. PKn mengenal suatu model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique/Teknik Pengungkapan Nilai), yaitu suatu teknik belajar-mengajar yang membina sikap atau nilai moral (aspek afektif).

Dari karakteristik yang ada, terlihat bahwa PKn merupakan mata pelajaran yang memiliki karakter berbeda dengan mata pelajaran lain. Walaupun PKn termasuk kajian ilmu sosial namun dari sasaran / tujuan akhir pembentukan hasil dari pelajaran ini mengharapkan agar siswa sebagai warga negara memiliki kepribadian yang baik, bisa menjalankan hak dan kewajibannya dengan penuh kessadaran karena wujud cinta atas tanah air dan bangsanya sendiri sehingga tujuan NKRI bisa terwujud. Seperti yang diungkap oleh Dra. Hj. Fitri Eriyanti, M.Pd.,Ph.D (Dosen Pascasarjana UNP kosentrasi PKn) bahwa setiap negara pasti memiliki tujuan, hanya warga negara yang baiklah yang dapat mencapai tujuan tersebut. Oleh karena itu PKn memiliki peran yang sangat besar untuk membentuk siswa menjadi warga negara yang bisa mengemban semua permasalahan negara dan mencapai tujuan negaranya.

Keberadaan PKn dengan karakteristik seperti ini mestinya menjadi perhatian besar bagi masyarakat, komponen pendidik dan negara. Hal ini disebabkan karena PKn banyak mengajarkan niai-nilai pada siswanya. Niai-nilai kebaikan, kebersamaan, pengorbanan, menghargai orang lain dan persatuan ini jika di tanamkan dalam diri siswa bisa menjadi bekal yang sangat berhagra dalam khidupan pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Siswalah yang akan menjadi cikal bakal penerus bangsa dan yang akan mempertahankan eksistensi negara maka dari itu mereka sangat memerlukan pelajaran PKn dalam konteks seperti ini.

John J. Patrick dalam tulisan ‘Konsep inti PKn’ mengatakan PKn memiliki kriteria dimana diartikan berkenaan dengan kepentingan warga negara. Ada 4 kateori yaitu pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan, keahlian kognitif warga negara, keahlian partisipatori dan kebaikan pendidika kewarganegaraan. Jika empat kategori ini hilang dari kurikulum PKn makan PKn dapat dianggap cacat.

Walaupun pemerintah sudah memberi perhatian besar pada pelajaran PKn, semua itu tidak akan cukup jika komponen pendidik, siswa, orang tua, dan masyarakat tidak berpadu untuk bekerjasama menjalankan inti pelajaran PKn ini. Berkaitan dengan kandungan nilai-nilai dalam PKn saja misalnya, banyak guru yang luput mengajarkan nilai-nilai kehidupan pada saat mengajar karena terburu dengan meteri sesuai kurikulum, siswa belajar hanya orientasi materi sehingga civic intelligent saja yang terpenuhi. Meskipun materi PKn saat ini tidak banyak mencantumkan secara konkret nilai-nilai kehidupan dalam silabus pengajaran, semsetinya guru mampu berperan memasukan nilai-nilai ini sebagai hiden curicullum bagi siswa.

Sumber : 1. Bahmuller,C.F.,Patrick.J. Principles and Practices of Education for Democratic

Citizenship :International Perspectives and Projects. ERIC

2. http://blog-indonesia.com./gotoblog.php?blogger . Akses 01-03-2010

“PRINSIP DASAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn)”

Oleh : wenny liztia

Jika dilihat tulisan dari John.J.Patrick tentang konsep inti pendidikan kewarganegaraan, pada dasarnya prinsip yang paling utama diajarkan dalam PKn adalah masalah Demokrasi. Patrick mengatakan hampir sebagian besar masyarakat didunia lebih menyukai pemerintahan demokrasi dibandingkan jenis pemerintahan lainnya. Sebagian masyarakat dalam suatu negara bekerja keras untuk meningkatkan paham demokrasi dalam pemerintahan mereka, dan sebagian lain telah mampu mencapainya. Hal ini menunjukan betapa besarnya harapan masyarakat agar kehidupan mereka dilandasi dengan sendi-sendi demokrasi. Demokrasi dalam suatu negara tidak bisa terbentuk dengan sendirinya, sangat besar peranan pendidikan untuk mencapai semua ini dan oleh karena itu PKn menjadi jembatan pembelajaran bagi masyarakat untuk menuju pemerintahan demokrasi.

Adapun konsep dasar demokrasi dalam pelajaran PKn yaitu meliputi demokrasi minimal, konstitusi, hak asasi manusia, kewarganegaraan, masyarakat sipil, ekonomi pasar dan demokrasi liberal. Pada hakekatnya demokasi sudah mulai tumbuh sejak 2.500 tahun lalu, bermula pada Republik Kota di Yunani yang merupakan permulaan adanya pemerintahan demokrasi. Pada masa itu aturan dilakukan oleh banyak orang dengan demokrasi langsung. Bentuk demokrasi lainnya adalah Demokrasi Liberal, Demokrasi Liberal merupakan pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat dimana pemerintahan dibatasi oleh hukum tertinggi yaitu perundang-undangan untuk tujuan melindungi hak semua orang. Untuk masalah hak asasi manusia, melalui Pendidikan kewarganegaraan (PKn) pelajar harus mempelajari bagaimana hubungan antara konstitusi dan hak asasi manusia, bagaimana ideal dan implementasinya sehingga siswa bisa memperlakukan manusia lainnya sesuai dengan hak asasinya dan tujuan membentuk masyarakat sipil (masyarakat madani) dapat terbentuk sebagai pengontrol jalanya pemerintahan.

Senada dengan apa yang di ungkapkan oleh John.J.Patrick, Malik Fajar (http://muhamadsb-tekhnologipendidikan.blogspot.com) juga mengemukakan bahwa PKn adalah wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab dengan dibekali kemampuan dasar intelektual dan sosial. Dari apa yang diungkapkan kedua ahli ini, menurut saya antara Warga Negara dengan Negara saling menentukan terbentuknya demokrasi. Negara memfasilitasi kemajuan pendidikan warganya dengan memuat topik demokrasi dalam pelajaran PKn dan warganya siap menerima pengetahuan dan wawasan sekitar demokrasi sampai pada akhirnya warga itu sendiri mempraktekan demokrasi dalam kehidupan bernegaranya.

Namun sayangnya fenomena yang banyak terjadi saat sekarang baik dalam masyarakat maupun bernegara praktek demokrasi tersebut hanya sebatas pemahaman konsep semata. Banyak warga yang tidak bisa menerima perbedaan dilingkungannya, masih ada kecurigaan yang sangat tinggi pada sesama umat muslin yang hanya berbeda dari segi pakaian, cara berfikir maupun berbaurnya mereka pada masyarakat. Siswa disekolah masih sulit diajak berkompromi dalam memutuskan sesuatu baik dengan guru maupun sesama siswa, mereka lebih cenderung mementingkan ego dengan mencari jalan pintas seperti tawuran, cabut, saling memojokkan dll. Jika dilihat dalam kehidupan bernegara juga hampir tidak ada bedanya. Para wakil rakyat dinilai kurang dewasa dengan cara mereka debat maupun rapat dengan mengeluarkan kata-kata kotor, kasar dan tidak pantas. Begitu juga sebaliknya warga negara dalam menyalurkan aspirasi menggunakan cara-cara menghina, menghujat, menuduh bahkan memvonis pemerintah tanpa mempedulikan proses penegakkan hukum yang terjadi.

Sungguh banyak sekali penyalahgunaan arti demokrasi dalam praktek kehidupan manusia saat sekarang. Demokrasi sebagai prinsip yang paling mendasar dalam pelajaran PKn tidak terimplementasikan oleh siswa maupun warga negara. Walau seperti ini kenyataan yang terjadi dalam prakteknya, tetap pelajaran PKn disekolah memiliki peran yang sangat penting dalam usaha mempertahakan nilai-nilai demokrasi dan tetap menjadikan siswa sebagai warga yang cerdas (civic intelligence), bertanggung jawab (civic responsibility) dan berpartisipasi (civic participation). Kelas PKn bisa dikatakan sebagai laboratorium demokrasi. Melalui PKn pemahaman, sikap dan berprilaku demokratis dapat dikembangkan bukan hanya melalui mengajar demokrasi ,tetapi mestinya diterapkan dalam model pembelajaran, pengelolaan siswa sampai pada saat evaluasi belajar siswa. Yang paling utama adalah dengan pemberian contoh sikap terpuji dari guru pada peserta didiknya.

Sumber : 1. Bahmuller,C.F.,Patrick.J. Principles and Practices of Education for Democratic

Citizenship :International Perspectives and Projects. ERIC

2. http://muhamadsb-tekhnologipendidikan.blogspot.com. Akses 01-03-2010

3. http://www.google.com.prinsip pkn. Akses 01 -03-2010

Senin, 01 Maret 2010

KONSEP INTI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DEMOKRATIS

Oleh: John J. Patrick

Sebagian besar masyarakat di dunia lebih menyukai jenis pemerintahan demokrasi jika dibandingkan dengan jenis pemerintahan yang lain. Dan sebagian masyarakat dalam suatu Negara bekerja keras untuk memperkuat atau meningkatkan faham demokrasi di dalam masyarakat dan pemerintah mereka, sebagian yang lain telah mampu mencapainya. Kebangkitan kembali ilmu pendidikan kewarganegaraan demokratis dewasa ini sejalan dengan kebangkitan demokrasi itu sendiri di seluruh dunia. Sebagian masyarakat dunia biasanya memahami bahwa di dunia ada “pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat ", oleh karena itu harus ada pendidikan terhadap prinsip, praktek, dan komitmen dari demokrasi untuk memahami makna dari semokrasi itu sendiri.

Terbentuknya demokrasi tergantung pada pendidikan kewarganegaraan yang demokratis. Masyarakat dunia beranggapan bahwa sekolah dalam suatu Negara harus mengajarkan pada warganegaranya tentang prinsip dan praktek demokrasi, jika mereka ingin mengembangkan dan dan mendukung institusi mereka. Tak peduli bagaimana cara membangunnya, karena demokrasi bukanlah "mesin yang dapat hidup dengan sendirinya ".

Konsep Demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan

Politik dan gagasan tentang kewarganegaraan sangat berarti. Gagasan yang baik cenderung untuk menghasilkan hal yang baik pula. Tetapi mereka hanya akan melakukannya jika mereka secara luas mengetahui, mempercayai, dan mempraktekkan poin-poin yang dibutuhkan sebagai konsep inti pendidikan kewarganegaraan demokratis, seperti: apakah konsep dasar demokrasi itu, bagaimana cara melakukannya, dan kenapa demokrasi itu diinginkan?

Pernyataan di atas, dan konsep yang melekat di dalamnya, pastinya tidak selalu dapat menuntaskan topik dari demokrasi itu dan bagaimana cara melaksanakannya melalui pendidikan kewarganegaraan. Akan tetapi, unsur-unsur pokok yang disorot disini adalah tentang segala sesuatu yang dapat dilakukan dengan berbagai cara dan disesuaikan dengan kondisi sosial dan perbedaan budaya. Asumsinya adalah bahwa konsep yang diperkenalkan di sini adalah mengenai isi dari kurikulum pendidikan kewarganegaraan demokratis di dunia.

Sasaran utama pendidikan kewarganegaraan demokratis adalah untuk mengajarkan secara menyeluruh mengenai apa yang dimaksud dengan demokrasi itu sendiri. Jika para siswa diharapkan untuk bertindak sebagai warganegara yang demokrasi, mereka harus mengetahui bagaimana ciri pemerintahan ini dan bedanya dengan jenis pemerintahan yang lain. Label demokrasi telah sering disalahgunakan oleh pemerintahan rejim dengan tujuan untuk memproklamirkan pemerintahan rakyat dengan mengatasnamakan “hak individu” atau “demokrasi masyarakat” yang dianut oleh negara-negara komunis dahulu.

Melalui pendidikan kewarganegaraan, para siswa dilatih untuk berpikir kritis dan mengevaluasi pemerintah mereka dan membandingkannya dengan pemerintahan Negara lain. Jadi, konsep untuk memahami demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan harus terus diajarkan kepada siswa. Gagasan utama ini dapat dilihat dalam Gambar 1: Konsep Dasar Demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan Demokratis.

Gambar 1.

KONSEP DASAR DEMOKRASI dalam PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DEMOKRATIS

1. Demokrasi Minimal

a. Kedaulatan rakyat (Pemerintahan dilakukan atas aturan yang berlaku)

b. Representasi dan akuntabilitas dalam system pemerintahan

c. Kebebasan, keadilan, dan pemilihan wakil rakyat secara kompetitif di dalam pemerintahan

d. Adanya syarat untuk ambil bagian secara bebas dalam memberikan suara pada pemilihan umum

e. Adanya akses untuk ambil bagian dalam mempromosikan diri atau menarik perhatian orang banyak

f. Adanya peraturan yang berlaku umum

2. Konstitusi

a. Kepastian hukum di dalam pemerintahan, masyarakat, dan ekonomi

b. Adanya jaminan atas hak orang banyak

c. Adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan dalam pemerintahan

d. Adanya pengadilan yang mandiri dan memiliki kewenangan untuk menunjau ulang konstitutil atau hal yang berkaitan dengan pengadilan

3. Hak Asasi

a. Hak Asasi Manusia /hak konstitusi

b. Hakpolitis dan hak pribadi

c. Hak Ekonomi, sosial, budaya, dan hak atas atas pekerjaan

d. Haknegatif dan hak positif

4. Kewarganegaraan

a. Keanggotaan sebagai warga Negara berdasar pada peraturan perundang-undangan

b. Adanya Hak, tanggung-jawab, dan peran warga negara

c. Identitas warganegara dan jenis identitas lainnya (seperti, suku, ras, dan agama)

d. Hak warga negara sebagai individu dan hak untuk berkemlompok

5. Masyarakat Sipil (system social yang bebas dan terbuka)

a. Keanggotaan sukarela dalam organisasi non pemerintahan (LSM)

b. Kebebasan untuk berasosiasi dan melakukan pemilihan

c. Adanya pluralisme keanggotaan kelompok dan identitasnya

d. Adanya peraturan sosial (Kepastian hukum, Kebiasaan, Tradisi)

6. Ekonomi Pasar (Sistem ekonomi bebas dan terbuka)

a. Kebebasan untuk melakukan pertukaran dan dan pemilihan dalam bidang ekonomi

b. Peraturan ekonomi ( Kepastian hukum, Kebiasaan, Tradisi)

7. Demokrasi Liberal Konstitutional

a. Hak mayoritas dan hak minoritas (hak mayoritas dibatasi oleh hak minoritas/individu)

b. Kebebasan Dan Persamaan (kombinasi hak negatif dan positif untuk mencapai keadilan)

c. Kebebasan (dibatasi pada kekuasaan dan kebebasan demi hak yang ada pada diri setiap individu)

d. Keinginan individu dan kebiasaan umum (dibatasi pada pilihan pribadi)

Para guru dan siswa perlu menggunakan konsep di dalam Gambar 1 sebagai ukuran untuk membandingkan dan mengevaluasi sistem politik dan dengan demikian dapat ditentukan apakah mereka lebih demokratis atau tidak. Pada hakikatnya, tidak adanya satu institusi/Negara yang sangat eksklusif berwujud demokrasi. Melainkan, ada variasi kelembagaan dan konstitusi dalam berbagai demokrasi yang ada di dunia.

Konsep dalam Gambar 1 merupakan teori untuk menginterpretasikan sistem politik yang mana yang dianut oleh suatu negara. Unsur itu merupakan pondasi dasar demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan. Jika kita ingin menetapkan suatu sistem politik yang demokratis, maka kita pertama kali harus mengetahui ukuran-ukuran atau konsep mengenai ciri pemerintahan yang demokratis dan ciri pemerintahan yang non demokratis.

Demokrasi Minimal dan Demokrasi Liberal

Konsep pertama dalam Gambar 1 adalah Demokrasi Minimal. Apa artinya? Dan mengapa hal itu diperlukan sebagai pondasi dalam demokrasi?

Pendefinisian demokrasi saat ini pada hakikatnya dimulai dari puluhan tahun lalu. Akar demokrasi, lebih dari 2,500 tahun yang lalu, bermula pada “republic kota” di Yunani, yang merupakan permulaan adanya pemerintahan. Demokrasi pada masa itu, aturan dilakukan oleh orang banyak. Demokrasi langsung dipraktekkan secara kecil-kecilan. Warganegara memiliki hak untuk mengambil bagian yang sama dalam membuat dan melaksanakan keputusan publik.

Demokrasi pada saat ini didasarkan pada pernyataan Abraham Lincoln, “Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Demokrasi dewasa ini, tidak lagi berbentuk “republik kota” yang kecil, akan tetapi berbentuk “Negara-bangsa”. Penduduknya tidak lagi terbatas seperti demokrasi pada masa lalu, demokrasi saat ini adalah; penduduk dunia boleh menguasai atau memperoleh hak dan perlakuan khusus sebagai warga negara.

Dewasa ini, suatu sistem politik dapat dikatakan tidak demokratis jika tidak ada oposisi, atau jika hak untuk memilih tidak diakui karena adanya pertimbangan ras, etnik, agama, ideologi, dan sebagainya. Definisi demokrasi minimal ini menekankan adanya kebebasan, terbuka, reguler, adil, dan adanya pemilihan umum, yang diputuskan oleh suara orang banyak, adalah suatu syarat penting demokrasi perwakilan (lihat Item 1 Gambar 1).

Penggunaan hak suara mereka di dalam pemilihan umum untuk memilih wakil dalam pemerintah merupakan satu-satunya sumber otoritas yang sah dalam Negara demokrasi dewasa ini. Ahli filsafat Perancis Pierre Manent ( 1997, 92) menekankan bahwa, "prinsip hak kekuasaan yang demokratis adalah prinsip persetujuan: suatu hukum atau kewajiban tidaklah sah, tidak harus dipatuhi, kecuali jika aku sebelumnya sudah menyetujui kewajiban ini melalui diri ku atau wakil ku".

Prinsip kedaulatan rakyat menyiratkan institusi pemerintah itu secara langsung atau secara tidak langsung dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Wakil rakyat dalam pemerintahan diserahkan kekuasaan menurut hukum oleh warganegara. Rakyat memiliki hak untuk melakukan pemilihan secara berkala. Sepanjang interval dalam proses pemilihan, rakyat mempunyai hak untuk mempengaruhi wakil mereka di dalam pemerintah dalam rangka mempromosikan individu atau keinginan orang banyak.

Di dalam demokrasi ada aturan mayoritas yang dinyatakan secara langsung oleh warganegara atau secara tidak langsung melalui wakil mereka. Dalam rangka mendukung demokrasi, bagaimanapun juga, aturan mayoritas harus memperhatikan hak minoritas.

Lebih dari 115 negara di dunia saat ini memiliki standar minimal untuk demokrasi. sebelum tahun 1970, kurang dari 40 negara memiki standar minimal ini, dan sebelum tahun 1945, kurang dari dua puluh Negara saja. Jadi, tampaknya Negara demokrasi di dunia saat ini hanya memiliki standar minimal saja. Mereka merupakan Negara demokrasi, tetapi belum menjadi Negara “liberal demokrasi” (Diamond 1996; zakaria 1997).

Demokrasi liberal adalah pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat, dimana pemerintahan dibatasi oleh hukum tertinggi, yaitu perundang-undangan untuk tujuan melindungi hak semua orang. Dalam demokrasi liberal, terjadi bertentangan kekuasaan mayoritas dengan perlindungan terhadap kaum minoritas. jadi, ada aturan yang membatasi hak kaum mayoritas terhadap hak kaum minoritas.

Konstitusionalisme dan Demokrasi

Konsep konstitusionalisme digunakan untuk istilah undang-undang, biasanya berbentuk dokumen tertulis yang sah menurut hukum, batasan, dan memberi wewenang kepada pemerintah, berdasarkan pemilihan wakil yang kompetitif dan berkala. Undang-undang mengartikulasikan struktur pemerintah, prosedur untuk pemilihan dan penggantian pejabat, serta distribusi dan pembatasan kekuasaan pemerintah.

Tidak setiap pemerintah dengan konstitusi tertulis dapat disebut dengan konstitusionalisme. Gaya konstitusi Sovyet pada masa lalu, sebagai contoh, secara agung memproklamirkan bermacam-macam hak akan tetapi tidak menjamin satupun dari penduduknya

Konstitusionalisme berarti kekuasaan pemerintah dibatasi dan adanya kepastian hukum untuk mencegah kesewenang-wenangan, menggunakan kekuatan dengan semena-mena, untuk melindungi hak azasi manusia, mendukung prosedur demokratis dalam pemilihan dan dalam membuat kebijaksanaan umum. Konstitusionalisme di dalam demokrasi membatasi kekuasaan pemerintah dan berdasarkan pada pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat.

Hak individu untuk hidup, bebas, and hak milik terlalu riskan jika berhadapan dengan pemerintah yang terlalu kuat atau terlalu lemah. Pemerintah yang efektif dalam konstitusional demokrasi liberal cukup kuat untuk melindungi warga masyarakat dan melawan penindasan dari pejabat.

Pemisahan kekuatan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh konstitusi untuk mengurangi kekuatan dan melindungi hak asasi masyarakat dan dalam rangka mendukung jalannya proses demokrasi. James Madison madison menyatakan pentingnya pemisahan kekuatan untuk mencegah perbuatan tirani: “pengumpulan kekuasaan (eksekutif, legisltaif, dan yudikatif) pada satu tangan sangat memungkinkan terjadinya tirani" (Rossiter 1961,301 j.

Contohnya adalah konstitusi demokrasi liberal di Amerika yang mendistribusikan kekuatan di antara tiga cabang koordinat pemerintah: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. setiap lembaga punya kewenangan untuk memeriksa perbuatan lembaga lain untuk mencegah dominasi kekuasaan lembaga yang satu. Sebagai contoh, presiden (eksekutif) dapat memeriksa tugas yang dilakukan kongres (leg­islative) demikian juga sebaliknya. Dilain fihak, kekuasaan kehakiman yang dapat berguna untuk mencegah terjadinya korupsi dengan menggunakan kekuatan masyarakat di pemerintahan.

Sasaran pokok pendidikan kewarganegaraan demokratis menggunakan konsep konstitusionalisme merupakan ukuran atau standar untuk menganalisis dan menilai kebenaran klaim suatu Negara yang menyatakan bahwa mereka adalah Negara yang demokratis.

Hak Asasi dan Demokrasi

Melalui pendidikan kewarganegaraan demokratis, pelajar harus mempelajari hubungan antara konstitusionalisme dan hak asasi dalam demokrasi liberal Ilihat item 3 pada figur 1). Konstitusional membatasi kekuasaan pemerintah dengan menjamin kebebasan, keadilan, keterbukaan, dan melaksanakan pemilihan yang kompetitif dan berkala untuk memilih wakil rakyat dalam pemerintahanperiodik. Hak dalam konstitusional tradisional atas kemerdekaan berbicara, adanya pers yang merdeka, lembaga pengadilan yang merdeka, dan kebebasan berserikat harus dijamin.

Sepanjang abad ke sembilan belas dan abad ke duapuluh, konsep hak alami menjelma menjadi gagasan untuk hak azasi manusia. Dokumen yang memmproklamirkan “Hak Asasi manusia Se-Dunia” merupakan “era pencerahan” dimana kebebasan individu dijamin haknya untuk beragama, berserikat dan berkumpul, dan lain-lain. Dokumen Hak Asasi Manusia se-dunia ini menuntut setiap individu untuk menghargai hak setiap orang di mana saja. Zbigniew Brzezinski, sebagai contoh, menetapkan bahwa " konsep hak azasi manusia, gagasan untuk kebebasan manusia, dan kehormatan untuk diri sendiri secara universal”. Pada penghujung abad ke duapuluh, dukungan untuk hak azasi manusia mengalir dari seluruh penjuru dunia.

Ada beberapa gerakan yang meminta agar pembelajaran mengenai hak azasi manusia layak dilakukan mulai dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi. Bahkan sekolah-sekolah di beberapa bagiandi dunia telah memasukkan pendidikan hak azasi manusia ke dalam kurikulum.

Kewarganegaraan dan Demokrasi

Masyarakat demokrasi punya tanggungjawab untuk menjaga hak mereka. Pada beberapa Negara, warganegara, kondisi untuk menjadi warga negara, berasal dari tempat “kelahiran”, yang dikenal sebagai “ju soli”. Di tempat lain, dimana status warga Negara datang dari kewarganegaraan orang tua seseorang, yang dikenal sebagai “ju sanguini”. Negara menggunakan kedua basis ini untuk menentukan kewarganegaraan seseroang. Lebih jauh, Negara yang demokratis telah mendirikan prosedur sah di mana orang tanpa hak kelahiran untuk memperoleh kewarganegaraan dapat menjadi warga negara yang di “naturalisasi” (dauenhauer 1996,95-96; mad-dex 1996,45).

Sebagai tambahan terhadap pertanyaan utama tentang bagaimana kewarganegaraan diperoleh atau hilang, ada pertanyaan yang sangat signifikan: apakah hak dan tanggung jawab warganegara? persamaan hak merupakan suatu hak yang fundamental bagi warga negara. sebagai contoh undang-undang italia mengatakan, "semua warga negara punya kebebasan sosial yang sama dan perlakuan hukum yang sama, tanpa diskriminasi kelamin, ras, bahasa, agama, pendapat politis, pribadi atau kondisi sosial" (maddex 1996.45).

Status warga Negara sangat penting untuk menentukan perjanjian atau tanggung jawab mereka sebagai warga Negara, seperti membayar pajak, melakukan bela negara, mematuhi hukum menetapkan seorang wakil di pemerintah, secara konstruktif mengkritik kondisi politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan orang banyak, dan mengambil bagian untuk meningkatkan kualitas politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan orang banyak (dauenhauer 1996,99-100; galston 1991,221).

Ada beberapa peranan warga Negara dalam Negara konstitusional demokrasi liberal, antara lain: 1) menjadi pemilih di pemilihan umum; 2) Ikut serta dalam perjanjian untuk kepentingan kelompok dan organisasi berkenaan dengan kepentingan umum; 3) mendukung hak dan kewajiban; dan 4) pendukung perubahan politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum.

Masyarakat sipil dan demokrasi

Partisipasi warganegara, hak dan tanggung jawab dari warga negara demokratis, dilakukan melalui organisasi masyarakat dalam suatu demokrasi liberal yang konstitutional. Masyarakat sipil adalah indikator dari konstitusionalisme yang efektif dalam suatu pemerintahan yang demokratis. Kemunculan dan pertumbuhan organisasi masyarakat sipil sepanjang tahun 1980-an di negara-negara seperti Polandia dan Cekoslowakia ditandai dengan kejatuhan rejim komunis.

Apa yang dimaksud dengan masyarakat sipil? Bagaimana jika dihubungkan dengan konstitusionalisme, hak individu, warga negara, dan demokrasi?

Masyarakat sipil adalah suatu konsep di mana para ahli teori politik sudah menggunakannya selama lebih dari 300 tahun yang lalu. Sebagian besar gagasan yang disetujui dewasa ini mengenai masyarakat sipil adalah bahwa masyarakat sipil merupakan jaringan yang kompleks dari perkumpulan yang secara sukarela/fakultatif dibentuk, beda dari institusi bidang pemerintah yang berstatus formal. Terlepas dari status itu, dapat juga dikatakan bahwa masyarakat sipil adalah suatu daerah publik dimana individu melaksanakan kegiatannya. Contoh organisasi non pemerintahan yang dibentuk oleh masyarakat sipil adalah kelompok pembelaan hak azasi manusia, organisasi perlindungan lingkungan, mendukung kelompok yang menyediakan jasa kesejahteraan sosial ke orang-orang kaum fakir miskin, penerbit majalah dan surat kabar mandiri, mandiri, dan lain-lain.

Berkaitan dengan hal ini, pelajar harus mampu membedakan antara pemerintahan demokratis dengan non demokratis dengan menggunakan ukuran masyarakat sipil sebagai penunjuk untuk membandingkan analisis mereka mengenai masyarat sipil dan organisasi masyarakat.

Disamping itu, para pendidik dewasa ini harus mengajarkan kepada siswa bagaimana cara mengendalikan dan memajukan masyarakat sipil. warga negara harus tahu apa itu masyarakat sipil, bagaimana masyarakat sipil ini berhubungan dengan demokrasi konstitusional, dan bagaimana cara bertanggung jawab secara efektif dalam ini.

Ekonomi Pasar dan Demokrasi

Pemerintah demokratis yang bebas bergantung atas masyarakat sipil dan ekonomi pasar, yang mengikutsertakan kebebasan untuk penukaran di pangsa pasar. Pasar merupakan tempat di mana pembeli dan penjual dengan bebas membuat transaksi, seperti penukaran barang dan pelayanan-pelayanan lainnya.

Kebebasan untuk melakukan penukaran di pasar, seperti interaksi sosial dalam konstitusi demokrasi liberal, diatur oleh kepastian hukum, yang berlaku dalam semua kegiatan politis demokratis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum. Jadi, konstitusionalisme digunakan untuk membatasi kekuasaan pemerintah dan mengendalikan transaksi ekonomis, dengan demikian melindungi hak milik pribadi dan penukaran gratis di pasar. konstitusionalisme juga mengatur kekuasaan pemerintah, dalam batasan tertentu, terhadap urusan ekonomis setiap individu, yang berkaitan dengan hak-hak untuk hidup, kebebasan, hak milik, persamaan peluang, dan sebagainya. Jadi, kebebasan dalam kegiatan ekonomi pada demokrasi konstitusional merupakaan kebebasan di bawah kepastian hukum.

setiap negara demokratis punya ekonomi pasar di mana pemerintah memodifikasi banyak atau sedikitnya demi kepentingan warga negara. Menurut ilmuwan Robert Dahl, "Negara demokratis tidak hanya menolak memusatkan perintah ekonomi sebagai suatu alternatif ke ekonomi pasar, tetapi telah juga menolak dengan keras ekonomi pasar bebas sebagai suatu alternatif ke ekonomi campuran di mana hasil pasar dimodifikasi dengan intervensi pemerintah" (1993, 279).

Pendidikan kewarganegaraan demokratis harus menitikberatkan perlunya hubungan ekonomi pasar untuk menjaga kebebasan masyarakat. Siswa harus mempelajari bahwa masyarakat sipil sangat membutuhkan ekonomi pasar dan ekonomi dan sebaliknya (fukuyama, 1995,356-357). lebih jauh, mereka juga harus mengerti bahwa kebebasan ekonomi dan masyarakat sipil tergantung pada konstitusionalisme, termasuk kepastian hukum. Tidak ada kebebasan dalam ekonomi pasar tanpa adanya aturan (Hayek i960, 205-219).

Tensi atau Ketegangan berkelanjutan dalam konstitusional demokrasi liberal

Konsep dalam figur 1 (item 1 -6) merupakan substansi konstitusional dalam demokrasi liberal, berbagai macam demokrasi yang menjamin hak indi­vidual. Untuk memahami bahasan ini, terdapat empat tipe tensi atau ketegangan berkelanjutan dalam konstitusional demokrasi liberal, antara lain: 1) kekuasaan mayoritas bertentangan dengan hak minoritas, 2) kebebasan bertentangan dengan persamaan, 3) kebebasan bertentangan dengan perintah, dan 4) kepentingan diri sendiri bertentangan dengan kebiasaan baik. (lihat item 7 dalam gambar 1).

Berdasarkan hal di atas, maka Pendidikan Kewarganegaraan demokratis harus menekankan pada asas bahwa kekuasaan mayoritas harus melindungi hak minoritas dan mengajarkan kepada siswa tentang pelanggaran yang pernah terjadi atas asas ini pada masa lalu. Lebih jauh, harus ada bahasan diantara pelajar tentang batasan konstitusional dimana kekuasaan mayoritas melindungi hak minoritas. Selain itu harus ada bahasan tentang batasan konstitusional mengenai hak minoritas mengendalikan kekuasaan mayoritas.

Siswa harus menguji kasus seperti yang berikut: kapan kekuatan dan kekuasaan mayoritas dalam demokrasi dibatasi untuk melindungi hak individu dan kelompok minoritas? Dan pertanyaan lainnya. Melalui pertanyaan ini, pelajar akan mempelajari konstitusi dalam negara hukum dan kekuasaan mayoritas dibatasi untuk kepentingan semua orang.

Pada prinsipnya, pendidikan kewarganegaraan demokratis termasuk pelajaran yang memerlukan pelajar untuk menguji dan mengevaluasi hubungan hak azasi manusia dengan pemerintah, perselisihan yang terjadi, dan mengakomodasi keduanya.

Komponen pendidikan kewarganegaraan demokratis

Pendidikan efektif untuk kewarganegaraan demokratis meliputi empat komponen dasar, yaitu: 1) pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan dalam system demokrasi, 2) keahlian kognitif kewarganegaraan demokratis, 3) keahlian participatory kewarganegaraan demokratis, dan 4) kebaikan pendidikan kewarganegaraan demokratis. (Lihat Gambar 2)

Gambar 2

Komponen pendidikan kewarganegaraan demokratis

1. Pengetahuan kewarganegaraan dan pemerintahan dalam system demokrasi

a. Konsep demokrasi

b. Tensi/ketegangan berkelanjutan yang dapat meningkatkan masalah umum

c. Undang-undang dan lembaga demokratis pemerintahan

d. Fungsi lembaga demokratis

e. Pengamalan kewarganegaraan demokratis dan peranan warga negara

f. Hubungan demokrasi dengan: kebudayaan, sosial, politis, dan ekonomis

g. Sejarah demokrasi khususnya negara di seluruh dunia

2. Keahlian kognitif warga negara demokratis

a. Mengenali dan menggambarkan fenomena atau peristiwa politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum

b. Menganalisis dan menjelaskan fenomena atau peristiwa politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum

c. Mengevaluasi, mengambil, dan mempertahankan posisi di peristiwa umum dan masalahnya

d. Membuat keputusan terhadap masalah public

e. Berpikir dengan kritis tentang kondisi politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum

f. Berpikir secara konstruktif tentang bagaimana cara meningkatkan politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum

3. Keahlian partisipatori kewarganegaraan demokratis

a. Saling berinteraksi dengan warga negara lain dalam rangka memajukan kepentingan pribadi kepentingan umum

b. Mengawasi peristiwa umum dan masalahnya

c. Mempengaruhi keputusan kebijaksanaan terhadap masalah umum

d. Menerapkan keputusan kebijaksanaan untuk masalah umum

4. kebaikan pendidikan kewarganegaraan demokratis

a. Mempromosikan kesejahteraan umum atau kebiasaan baik suatu komunitas

b. Mengenali persamaan moral dan kebebasan setiap orang

c. Respek dan melindungi hak milik berdasarkan kesetaraan setiap individu

d. Mengambil bagian dengan bertanggung jawab dan secara efektif dalam panggung politis dan hidup berkenaan dengan kepentingan umum

e. Mengambil tanggungjawab untuk pemerintahan berlandaskan pada aturan hokum

f. Mepraktekkan kebaikan yang diperoleh dalam proses pembelajaran kewarganegaraan demi kepentingan umum

g. Mendukung dan menjaga prinsip demokratis dan dan mempraktekkannya

Empat dasar kategori pendidikan berkenaan dengan kepentingan umum ini dapat dilakukan dengan berbagai cara oleh pendidik. Akan tetapi, tema tertentu dalam setiap kategori umum merupakan kriteria di mana dapat diartikan berkenaan dengan kepentingan pendidikan warga Negara. jika empat kategori ini hilang dari cur­riculum, maka pendidikan kewarganegaraan demokratis akan “cacat” atau tidak ada artinya.

Pada bagian pengembangan keahlian kognitif dan keahlian partisipatory sangat memerlukan pengetahuan dan kegiatan di dalam proses pembelajaran di kelas maupun kegiatan di luar kelas. Siswa harus secara terus menerus menantang dan menggunakan informasi dan ide, baik secara individu dan secara bersama, menganalisis setiap masalah daalam belajar, bereaksi terhadap masalah publik, dan memisahkan atau memperbaiki masalah politis.

Akhirnya, jika warga negara akan menikmati “perlakuan khusus” dan hak dari pemerintah mereka, mereka harus mengambil tanggungjawab untuk mereka, yang memerlukan ukuran kebaikan tertentu berkenaan dengan kepentingan umum. Kebaikan berkenaan dengan kepentingan umum seperti disiplin diri, kesopanan, kejujuran, percaya, keberanian, belas kasihan, toleransi, dan menghormati hak dan kebebasan individu yang tidak bisa dihapuskan dari fungsi masyarakat sipil dan pemerintah konstitusional. Karakter ini harus dipelihara melalui berbagai macam perwakilan sosial, khususnya sekolah.

Jika dirancang dengan baik dan kurikulum tersebut diajarkan dengan baik pula, maka pendidikan kewarganegaraan demokratis akan melingkupi keempat komponen dalam Gambar 2. Jenis pendidikan kewarganegaraan ini dapat menghasilkan warga negara yang memiliki prinsip demokrasi, serta memiliki kapasitas yang tinggi untuk menganalisis, menilai, dan memutuskan tentang fenomena dalam dunia politis mereka.

konsep dasar dalam memahami dan mengevaluasi sistem politis, pelajar harus mempelajari demokrasi bukan sebatas impian. Lebih jauh, pelajar harus mengakui bahwa dalam setiap demokrasi tidak dapat dihindari adanya perbedaan antara idealnya dengan realitanya. Hal ini merupakan tantangan bagi pelajar untuk dapat memberikan gagasan dalam upaya untuk mengurangi perbedaan diantara prinsip dan pengamalan demokrasi dalam system pemerintahan mereka.

Melalui analisis berdasarkan perbandingan sistem politis masa lalu, dan saat ini, pelajar akan mempelajari bahwa system demokrasi itu tidaklah “sangat sempurna” jika dibandingkan dengan jenis system pemerintahan yang lain. Jadi, mereka boleh memutuskan bahwa system pemerintahan demokrasi jauh lebih baik dibandingkan dengan system pemerintahan yang lain. Akan tetapi, meskipun ada cacatnya, demokrasi dalam prakteknya telah lebih baik daripada tipe pemerintah lain dalam melindungi hak azasi manusia, berkenaan dengan hak dan kebebasan individu, dan mempromosikan perdamaian internasional.